Rabu, 13 Maret 2013

Asma Nokturnal

Diposting oleh ernawati di 15.49

Haii, readers J. Jumpa lagi ma gue, nana si gadis cilik ^^. Oke, guys ini adalah postingan kedua gue. Cukup gue aja yang ketawa, situ mah DILARANG keras! hahaha (evil laugh). Postingan gue kali ini ngomongin soal “asma”. Gue mosting soal asma karena gue salah satu penderita penyakit ini. Nah, gue dulu, dulu……banget deh pokoknya, waktu masih TK emang sempet menderita penyakit ini. Pikir gue sih uda sembuh yaa, eh taunya baru aja di awal bulan tahun 2013 kemarin, penyakit gue kambuh lagi, guys. Oh, bener-bener deh.

Tau gak sih guys apa itu asma? Pasti uda gak asing lagi dong di telinga kalian? Iyalah, semua orang juga pasti tau. Gue jamin deh. Yups, that’s right. Asma merupakan sebuah penyakit tidak menular yang ditandai dengan penyempitan saluran napas dan merupakan penyakit herediter alias turunan. Diperkirakan penyakit ini telah menyerang sekitar lima persen penduduk Indonesia dari segala usia dan didominasi oleh anak-anak dengan peningkatan tajam beberapa tahun terakhir ini. Guys, asma itu bersifat permanen loh.  So, jangan meremehkan penyakit ini karena penyakit ini telah menjadi permasalahan global. Dikatakan permanen karena penyakit ini tidak bisa disembuhkan, melainkan gejala-gejalanya saja yang dapat dihilangkan (Sinclair, 1987). Guys, Universitas Michigan pada tahun 2006 pernah melaporkan banyak penderita asma yang menderita kesulitan bernapas di malam hari. Dilaporkan sebanyak 90% pasien asma mengalami gangguan tersebut. Artinya, sebanyak 9 dari 10 pasien asma mengalami gangguan ketika tidur. Banyak kematian yang diasebabkan serangan asma pada malam hari. Dari survai di Inggris didapati prevalensi asma nokturnal berkisar antara 61% dan 74%, dilaporkan pula 74% penderita yang terbangun satu kali dalam seminggu, 64% penderita terbangun sekurang-kurangnya tiga kali dalam seminggu, dan 26 % terbangun setiap malam. Gejala asma seperti wheezing dan batuk sering kali mengganggu tidur terurtama pada pukul 04.00 dan biasa disebut dengan morning dip. Selama ini sering dikatakan bahwa gangguan pernapasan di malam hari adalah hal yang berbeda, dan tidak ada kaitannya satu sama lain dengan penyakit asma yang diderita. Namun, sekarang telah disadari bahwa ada kaitan satu sama lalin antara gangguan pernapasan saat tidur di malam hari dengan penyakit asma yang mereka derita (William, 2006).

Nih, ternyata ada kolerasi antara perubahan waktu dengan perkembangan penyakit asma. Waktu malam hari merupakan waktu paling dominan kambuhnya asma. Asma akan mempengaruhi kualitas tidur seseorang dan kualitas tidur tersebut akan berdampak buruh pada asmanya (Rees, 1997). Pada penderita asma atau alergi, istirahat dan tidur yang cukup akan menjadikan tubuh mampu melawan gejala penyakit dan membantu mencegah infeksi yang akan memperburuk asma. Gangguan asma pada malam hari mengindikasikan kurangnya kontrol terhadap penyakit dan menyebabkan gangguan tidur (Fitzpatrick,1991; Sadeh,1998). Kegagalan untuk mengatasi gangguan tidur menyebabkan gangguan pada kontrol penyakit dan memiliki dampak negatif terhadap kualitas hidup pasien asma (Vir, 1997; Goldney, 2003). Gejala asma bisa memburuk selama malam hari atau dini hari. Banyak orang yang terbangun di tengah malam karena nafasnya berbunyi, batuk, terengah-engah, rasa tercekik, dan sesak di dada.
Penyebab – penyebab yang diyakini memberikan kontribusi dalam mencetuskan asma pada malam hari antara lain, ritme sirkardian, pengaktifan sekresi sel mast oleh alergen, pengaruh tidur, perubahan sekresi saluran nafas, posisi berbaring, GERD (Gastroesophageal Reflux Disorder), dan perubahan suhu.

Pertama adalah ritme sirkaridian. Pada abad 19, Salter merupakan orang pertama yang memahami bahwa ritme sirkardian berperan dalam kambuhnya asma di malam hari. Fungsi tubuh tertentu berkurang dan memuncak pada variasi waktu setelah melewati periode 24 jam. Siklus circadian atau biasa disebut variasi diurnal tergantung siklus tidur dan bangun seseorang. Oleh karena itu, seseorang yang bekerja pada malam hari dan tidur selama siang hari lebih mungkin mendapat serangan asma selama siang hari.

Akhir – akhir ini juga telah diketahui bahwa hormone melatonin mungkin memainkan peran penting dalam mencetuskan serangan asma pada malam hari. Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar pineal yang membantu mengatur ritme sirkardian seperti makan dan tidur. Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa melatonin juga meningkatkan jalur alergi peradangan, sehingga membuat serangan asma lebih mungkin terjadi.

Penelitian  menunjukkan bahwa ada hubungan antara perubahan kadar katekolamin bersamaan dengan penurunan PEFR pada malam hari dan penurunan yang terendah didapati pada pukul 04.00. Selain itu ada pula hubungan terbalik antara keadaan histamin dengan PEFR yaitu bahwa keadaan histamin naik pada pkl 4.00 bersamaan dengan penurunan PEFR.

Selain itu epinefrin yang merupakan suatu beta adrenergic agonist yang kuat juga dapat  mencegah pelepasan histamin dan mediator-mediator lain dari sel mast dan selanjutnya dapat mengurangi bronkokonstriksi. Jadi, perubahan siklus sirkardian epinefrin dalam darah membangkitkan asma malam hari dengan mengurangi bronkodilatasi dan membantu pelepasan mediator bronkhogenik dari sel mast. Pengurangan epinefrin pada malam hari mengakibatkan meningkatnya kadar asetilkolin yang mengakibatkan bertambahnya respon pada penderita asma yang hiperresponif terhadap neurotransmiter ini. Ada juga bukti bahwa kolinergik juga meningkat pada malam hari dan menyebabkan asma muncul malam hari. Peningkatan kolinergik itu diduga merupakan efek lanjut dari penurunan kadar adrenalin yang menyebabkan berkurangnya inhibisi adrenergik.

Kedua adalah pengaktifan sekresi sel mast oleh alergen. Pengaktifan sel mast bukan hanya menimbulkan reaksi asma awal dengan penyumbatan bronkus tetapi pada beberapa penderita dapat memperberat serangan asma 6 jam kemudian yang dikenal sebagai reaksi asma lambat. Reaksi asma lambat ini merupakan karakteristik asma kronis. Karakteristik asma tersebut memiliki reaksi tertunda terhadap alergen dan pemicu iritasi. Kebanyakan gejala ini berkembang dalam waktu empat sampai delapan jam setelah terpapar. Karena risiko paparan ini lebih tinggi pada siang hari, reaksinya lebih mungkin terjadi pada malam hari. Sehingga reaksi yang tertunda dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan munculnya asma pada malam hari. Telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa alergen memegang perangan dalam patogenesis asma yang muncul malam hari(Chen, 1982).

Ketiga adalah pengaruh tidur, guys. Pengaruh tidur dalam patogenesis asma yang muncul pada malam hari telah menarik perhatian para peneliti dan hasilnya masih dipertentangkan. Lopes berkesimpulan bahwa pada orang normal, sewaktu tidur terjadi kenaikan resistensi bronkus 230% dibandingkan pada waktu bangun(Lopes, 1983). Perubahan resistensi ini mungkin berhubungan dengan kenaikan tonus otot bronkus pada bagian atas sehingga menyebabkan bertambahnya kerja pernafasan selama tidur. Jika hal ini terjadi pada penderita asma maka penyumbatan bronkus akan menjadi lebih besar lagi.

Keempat adalah perubahan sekresi saluran nafas. Seperti yang kita ketahui bersama, penyumbatan lendir membantu obstruksi bronkus pada penderita asma. Begitu juga retensi sekresi bronkus pada malam hari juga membantu gejala-gejala asma yang muncul malam hari. Dari penelitian diketahui bahwa berkurangnya pembersih mukosilier ini terutama terjadi pada malam hari. Retensi sekresi ini tampaknya dihubungkan dengan tidur dan bukan dengan variasi diurnal. Perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan apakah fenomena ini lebih berat pada penderita asma dan apakah berperan mengakibatkan wheezing pada malam hari (Bateman, 1978).

Kelima adalah posisi berbaring. Penderita asma yang berbaring dalam posisi telentang akan mengalami gangguan faal paru yang progresif dan PEFR turun 13% selama 2 jam berbaring dan 24% selama 4 jam berbaring, guys. Gangguan ini reversibel dan akan kembali normal setelah 1,5 jam. Jadi, dapat disimpulkan bahwa berbaring dalam posisi telentang untuk jangka waktu yang lama juga menyebabkan serangan asma pada malam hari, walaupun mekanismenya belum jelas (Popping, 1988).

Keenam adalah Gastroesophageal Reflux Disoerder. Banyak diantara para pasien asma juga mengalami acid reflux atau GERD (Gastroesophageal Reflux Disorder) yang ternyata memiliki keterkaitan dengan munculnya asma di malam hari. GERD terjadi ketika katup yang memisahkan esophagus dan lambung mengalami malfungsi dan menjadikan isi lambung (asam dan enzim pencernaan) memasuki esophagus. Kondisi ini akan memburuk pada malam hari dikarenakan pada posisi tidur dengan berbaring katub akan lebih mudah terbuka. Jika ini terjadi, dinding esophagus akan mengalami kerusakan dan mengakibatkan nyeri dada, sendawa, dan nyeri perut. Iritasi dan batuk yang sering dihasilkan dari kenaikan asam lambung ini dapat memicu gejala asma. Waaaww..

Ketujuh adalah perubahan suhu nih, guys. Udara dingin diketahui sebagai salah pencetus asma. Di samping itu suhu tubuh dapat turun dengan cepat selama tidur, yang mana dapat membantu mencetuskan serangan sama.


Berdasarkan penjabaran gue sebelumnya itu, emang bener tau gak sih, guys, ternyata asma lebih sering kambuh waktu malam hari. Percaya atau tidak, gue ngalaminnya sendiri! Di tahun bershio ular air ini dalam kurang lebih 3 bulan ini, cukup sering asma gue kambuh loh, guys, dan kambuhnya emang di malam hari.

KEJADIAN PERTAMA. Waktu itu tanggal 6 Januari, pas ulang tahun gue, hehe^^. Sekitar pukul 00.30 asma gue kambuh. Temen-temen sekamar gue pada kebangun karenanya.  Selama kurang lebih 2 jam gue kesulitan bernapas. Eh, pas paginya kambuh lagi dan seketika langsung dibawa ke UGD ma temen gue.

KEJADIAN KEDUA. 9 Maret, tiga hari yang lalu sebelum gue nge-post ini, gue gak bisa tidur semaleman dan baru bisa tidur pulul 02.30, guys.  Bayangin! Bisa dibilang gue gak tidur tuh, guys (-_-) karena gue bangun pukul 04.30 dan gak lama setelah itu, asma gue kambuh.

Nah, guys. Berdasarkan 2 kejadian yang gue ceritain sebelumnya itu, gue sih percaya, apalagi dengan didukung oleh pendapat-pendapat para ahli yang gue tulis di atas.

Oke cukup sekian kali ini, guys. Makasih yaa uda nyimak bacotan gue dan jangan lupa sering-sering mampir ke sini. Jangan pernah bosen yak.. ^^
Bye bye, readers......
See you later in the next posting :)



0 komentar on "Asma Nokturnal"

Posting Komentar

Rabu, 13 Maret 2013

Asma Nokturnal


Haii, readers J. Jumpa lagi ma gue, nana si gadis cilik ^^. Oke, guys ini adalah postingan kedua gue. Cukup gue aja yang ketawa, situ mah DILARANG keras! hahaha (evil laugh). Postingan gue kali ini ngomongin soal “asma”. Gue mosting soal asma karena gue salah satu penderita penyakit ini. Nah, gue dulu, dulu……banget deh pokoknya, waktu masih TK emang sempet menderita penyakit ini. Pikir gue sih uda sembuh yaa, eh taunya baru aja di awal bulan tahun 2013 kemarin, penyakit gue kambuh lagi, guys. Oh, bener-bener deh.

Tau gak sih guys apa itu asma? Pasti uda gak asing lagi dong di telinga kalian? Iyalah, semua orang juga pasti tau. Gue jamin deh. Yups, that’s right. Asma merupakan sebuah penyakit tidak menular yang ditandai dengan penyempitan saluran napas dan merupakan penyakit herediter alias turunan. Diperkirakan penyakit ini telah menyerang sekitar lima persen penduduk Indonesia dari segala usia dan didominasi oleh anak-anak dengan peningkatan tajam beberapa tahun terakhir ini. Guys, asma itu bersifat permanen loh.  So, jangan meremehkan penyakit ini karena penyakit ini telah menjadi permasalahan global. Dikatakan permanen karena penyakit ini tidak bisa disembuhkan, melainkan gejala-gejalanya saja yang dapat dihilangkan (Sinclair, 1987). Guys, Universitas Michigan pada tahun 2006 pernah melaporkan banyak penderita asma yang menderita kesulitan bernapas di malam hari. Dilaporkan sebanyak 90% pasien asma mengalami gangguan tersebut. Artinya, sebanyak 9 dari 10 pasien asma mengalami gangguan ketika tidur. Banyak kematian yang diasebabkan serangan asma pada malam hari. Dari survai di Inggris didapati prevalensi asma nokturnal berkisar antara 61% dan 74%, dilaporkan pula 74% penderita yang terbangun satu kali dalam seminggu, 64% penderita terbangun sekurang-kurangnya tiga kali dalam seminggu, dan 26 % terbangun setiap malam. Gejala asma seperti wheezing dan batuk sering kali mengganggu tidur terurtama pada pukul 04.00 dan biasa disebut dengan morning dip. Selama ini sering dikatakan bahwa gangguan pernapasan di malam hari adalah hal yang berbeda, dan tidak ada kaitannya satu sama lain dengan penyakit asma yang diderita. Namun, sekarang telah disadari bahwa ada kaitan satu sama lalin antara gangguan pernapasan saat tidur di malam hari dengan penyakit asma yang mereka derita (William, 2006).

Nih, ternyata ada kolerasi antara perubahan waktu dengan perkembangan penyakit asma. Waktu malam hari merupakan waktu paling dominan kambuhnya asma. Asma akan mempengaruhi kualitas tidur seseorang dan kualitas tidur tersebut akan berdampak buruh pada asmanya (Rees, 1997). Pada penderita asma atau alergi, istirahat dan tidur yang cukup akan menjadikan tubuh mampu melawan gejala penyakit dan membantu mencegah infeksi yang akan memperburuk asma. Gangguan asma pada malam hari mengindikasikan kurangnya kontrol terhadap penyakit dan menyebabkan gangguan tidur (Fitzpatrick,1991; Sadeh,1998). Kegagalan untuk mengatasi gangguan tidur menyebabkan gangguan pada kontrol penyakit dan memiliki dampak negatif terhadap kualitas hidup pasien asma (Vir, 1997; Goldney, 2003). Gejala asma bisa memburuk selama malam hari atau dini hari. Banyak orang yang terbangun di tengah malam karena nafasnya berbunyi, batuk, terengah-engah, rasa tercekik, dan sesak di dada.
Penyebab – penyebab yang diyakini memberikan kontribusi dalam mencetuskan asma pada malam hari antara lain, ritme sirkardian, pengaktifan sekresi sel mast oleh alergen, pengaruh tidur, perubahan sekresi saluran nafas, posisi berbaring, GERD (Gastroesophageal Reflux Disorder), dan perubahan suhu.

Pertama adalah ritme sirkaridian. Pada abad 19, Salter merupakan orang pertama yang memahami bahwa ritme sirkardian berperan dalam kambuhnya asma di malam hari. Fungsi tubuh tertentu berkurang dan memuncak pada variasi waktu setelah melewati periode 24 jam. Siklus circadian atau biasa disebut variasi diurnal tergantung siklus tidur dan bangun seseorang. Oleh karena itu, seseorang yang bekerja pada malam hari dan tidur selama siang hari lebih mungkin mendapat serangan asma selama siang hari.

Akhir – akhir ini juga telah diketahui bahwa hormone melatonin mungkin memainkan peran penting dalam mencetuskan serangan asma pada malam hari. Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar pineal yang membantu mengatur ritme sirkardian seperti makan dan tidur. Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa melatonin juga meningkatkan jalur alergi peradangan, sehingga membuat serangan asma lebih mungkin terjadi.

Penelitian  menunjukkan bahwa ada hubungan antara perubahan kadar katekolamin bersamaan dengan penurunan PEFR pada malam hari dan penurunan yang terendah didapati pada pukul 04.00. Selain itu ada pula hubungan terbalik antara keadaan histamin dengan PEFR yaitu bahwa keadaan histamin naik pada pkl 4.00 bersamaan dengan penurunan PEFR.

Selain itu epinefrin yang merupakan suatu beta adrenergic agonist yang kuat juga dapat  mencegah pelepasan histamin dan mediator-mediator lain dari sel mast dan selanjutnya dapat mengurangi bronkokonstriksi. Jadi, perubahan siklus sirkardian epinefrin dalam darah membangkitkan asma malam hari dengan mengurangi bronkodilatasi dan membantu pelepasan mediator bronkhogenik dari sel mast. Pengurangan epinefrin pada malam hari mengakibatkan meningkatnya kadar asetilkolin yang mengakibatkan bertambahnya respon pada penderita asma yang hiperresponif terhadap neurotransmiter ini. Ada juga bukti bahwa kolinergik juga meningkat pada malam hari dan menyebabkan asma muncul malam hari. Peningkatan kolinergik itu diduga merupakan efek lanjut dari penurunan kadar adrenalin yang menyebabkan berkurangnya inhibisi adrenergik.

Kedua adalah pengaktifan sekresi sel mast oleh alergen. Pengaktifan sel mast bukan hanya menimbulkan reaksi asma awal dengan penyumbatan bronkus tetapi pada beberapa penderita dapat memperberat serangan asma 6 jam kemudian yang dikenal sebagai reaksi asma lambat. Reaksi asma lambat ini merupakan karakteristik asma kronis. Karakteristik asma tersebut memiliki reaksi tertunda terhadap alergen dan pemicu iritasi. Kebanyakan gejala ini berkembang dalam waktu empat sampai delapan jam setelah terpapar. Karena risiko paparan ini lebih tinggi pada siang hari, reaksinya lebih mungkin terjadi pada malam hari. Sehingga reaksi yang tertunda dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan munculnya asma pada malam hari. Telah banyak bukti yang menunjukkan bahwa alergen memegang perangan dalam patogenesis asma yang muncul malam hari(Chen, 1982).

Ketiga adalah pengaruh tidur, guys. Pengaruh tidur dalam patogenesis asma yang muncul pada malam hari telah menarik perhatian para peneliti dan hasilnya masih dipertentangkan. Lopes berkesimpulan bahwa pada orang normal, sewaktu tidur terjadi kenaikan resistensi bronkus 230% dibandingkan pada waktu bangun(Lopes, 1983). Perubahan resistensi ini mungkin berhubungan dengan kenaikan tonus otot bronkus pada bagian atas sehingga menyebabkan bertambahnya kerja pernafasan selama tidur. Jika hal ini terjadi pada penderita asma maka penyumbatan bronkus akan menjadi lebih besar lagi.

Keempat adalah perubahan sekresi saluran nafas. Seperti yang kita ketahui bersama, penyumbatan lendir membantu obstruksi bronkus pada penderita asma. Begitu juga retensi sekresi bronkus pada malam hari juga membantu gejala-gejala asma yang muncul malam hari. Dari penelitian diketahui bahwa berkurangnya pembersih mukosilier ini terutama terjadi pada malam hari. Retensi sekresi ini tampaknya dihubungkan dengan tidur dan bukan dengan variasi diurnal. Perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan apakah fenomena ini lebih berat pada penderita asma dan apakah berperan mengakibatkan wheezing pada malam hari (Bateman, 1978).

Kelima adalah posisi berbaring. Penderita asma yang berbaring dalam posisi telentang akan mengalami gangguan faal paru yang progresif dan PEFR turun 13% selama 2 jam berbaring dan 24% selama 4 jam berbaring, guys. Gangguan ini reversibel dan akan kembali normal setelah 1,5 jam. Jadi, dapat disimpulkan bahwa berbaring dalam posisi telentang untuk jangka waktu yang lama juga menyebabkan serangan asma pada malam hari, walaupun mekanismenya belum jelas (Popping, 1988).

Keenam adalah Gastroesophageal Reflux Disoerder. Banyak diantara para pasien asma juga mengalami acid reflux atau GERD (Gastroesophageal Reflux Disorder) yang ternyata memiliki keterkaitan dengan munculnya asma di malam hari. GERD terjadi ketika katup yang memisahkan esophagus dan lambung mengalami malfungsi dan menjadikan isi lambung (asam dan enzim pencernaan) memasuki esophagus. Kondisi ini akan memburuk pada malam hari dikarenakan pada posisi tidur dengan berbaring katub akan lebih mudah terbuka. Jika ini terjadi, dinding esophagus akan mengalami kerusakan dan mengakibatkan nyeri dada, sendawa, dan nyeri perut. Iritasi dan batuk yang sering dihasilkan dari kenaikan asam lambung ini dapat memicu gejala asma. Waaaww..

Ketujuh adalah perubahan suhu nih, guys. Udara dingin diketahui sebagai salah pencetus asma. Di samping itu suhu tubuh dapat turun dengan cepat selama tidur, yang mana dapat membantu mencetuskan serangan sama.


Berdasarkan penjabaran gue sebelumnya itu, emang bener tau gak sih, guys, ternyata asma lebih sering kambuh waktu malam hari. Percaya atau tidak, gue ngalaminnya sendiri! Di tahun bershio ular air ini dalam kurang lebih 3 bulan ini, cukup sering asma gue kambuh loh, guys, dan kambuhnya emang di malam hari.

KEJADIAN PERTAMA. Waktu itu tanggal 6 Januari, pas ulang tahun gue, hehe^^. Sekitar pukul 00.30 asma gue kambuh. Temen-temen sekamar gue pada kebangun karenanya.  Selama kurang lebih 2 jam gue kesulitan bernapas. Eh, pas paginya kambuh lagi dan seketika langsung dibawa ke UGD ma temen gue.

KEJADIAN KEDUA. 9 Maret, tiga hari yang lalu sebelum gue nge-post ini, gue gak bisa tidur semaleman dan baru bisa tidur pulul 02.30, guys.  Bayangin! Bisa dibilang gue gak tidur tuh, guys (-_-) karena gue bangun pukul 04.30 dan gak lama setelah itu, asma gue kambuh.

Nah, guys. Berdasarkan 2 kejadian yang gue ceritain sebelumnya itu, gue sih percaya, apalagi dengan didukung oleh pendapat-pendapat para ahli yang gue tulis di atas.

Oke cukup sekian kali ini, guys. Makasih yaa uda nyimak bacotan gue dan jangan lupa sering-sering mampir ke sini. Jangan pernah bosen yak.. ^^
Bye bye, readers......
See you later in the next posting :)



0 komentar:

Posting Komentar

 

when olive love popeye... Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal